Pramoedya Ananta Toer
Penulis dari Indonesia
Hidup: 1925 - 2006
Kategori: Politics | Penulis (Modern) Negara: Indonesia
Lahir: 6 Februari 1925 Meninggal: 29 April 2006
Kata-kata Bijak 1 s/d 20 dari 47.
-
Apa gunanya memaki? Mereka memang anjing. Mereka memang binatang. Dulu bisa mengadu, dulu ada pengadilan. Dulu ada polisi, kalau duit kita dicolong tetangga kita. Apa sekarang? Hakim-hakim, jaksa-jaksa yang sekarang juga nyolong kita punya. Siapa mesti mengadili kalau hakim dan jaksanya sendiri pencuri?
Larasati― Pramoedya Ananta Toer -
Bersikap adillah sejak dalam pikiran. Jangan menjadi hakim bila kau belum tahu duduk perkara yang sebenarnya.
Larasati― Pramoedya Ananta Toer -
Memang aku seorang pelacur, tuan kolonel. Tapi aku masih berhak mempunyai kehormatan. Karena, aku tidak pernah menjual warisan nenekmoyang pada orang asing.
Larasati― Pramoedya Ananta Toer -
Dan sejak itu pula ia praktekan tafsiran bahwa kehormatan berarti uang.
Larasati― Pramoedya Ananta Toer -
Kadang-kadang memang terasa olehnya bahwa heroisme dan patriotisme wanita di jaman revolusi ini terletak pada kepalangmerahan saja! Tapi ia tak akan meninggalkan kejujurannya. Ia cintai kejujurannya. Dan ia yakin melalui kejujurannya ia pun dapat berbakti kepada revolusi. Ia merasa dirinya pejuang, berjuang dengan caranya sendiri.
Larasati― Pramoedya Ananta Toer -
Ada yang membunuh. Ada yang dibunuh. Ada peraturan. Ada undang-undang. Ada pembesar, polisi, dan militer. Hanya satu yang tidak ada: keadilan.
Larasati― Pramoedya Ananta Toer -
Aku boleh seorang pelacur! Aku boleh seorang sampah masyarakat! Aku seorang bintang film gagal! Tapi beradat! Tidak. Aku juga punya tanah air. Aku Larasati, bintang ara. Sedang sebutan Miss pun aku tak pernah pakai. Ara! Cukup Ara. Mengapa mesti dengan Miss? Sebutan itu akan membuat aku berkulit putih. Apakah sebutan itu tantangan kaum pria, kalau aku milik siapa saja?
Larasati― Pramoedya Ananta Toer -
Lelaki, Gus, soalnya makan, entah daun entah daging. Asal kau mengerti, Gus, semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain. Harus semakin mengenal batas. Kan itu tidak terlalu sulit difahami? Kalau orang tak tahu batas, Tuhan akan memaksanya tahu dengan cara-Nya sendiri.
Larasati― Pramoedya Ananta Toer -
Aku juga punya tahan air. Jelek-jelek tanah airku sendiri, bumi dan manusia yang menghidupi aku selama ini. Cuma binatang ikut Belanda!
Larasati― Pramoedya Ananta Toer -
Indahnya dunia ini jika pemuda masih tahu perjuangan!
Larasati― Pramoedya Ananta Toer -
Kalau aku tak memiliki tubuh indah dan wajah cantik mungkin aku jadi sebagian dari mereka yang dibunuh pelan-pelan itu.
Larasati― Pramoedya Ananta Toer -
Seluruh kedudukan enak diambil orang-orang tua. Mereka hanya pandai korupsi. Rencana-rencanaku kandas di laci-laci. Angkatan tua itu sungguh bobrok! Setiap republiken mestinya republikein sejati. Satu kesalahan bisa membuat dia jadi khianat tanpa maunya sendiri.
Larasati― Pramoedya Ananta Toer -
Kalau sampai di Jakarta-nona ke Jakarta, bukan?-jangan lupakan pemuda-pemuda ini. Mereka sedang melahirkan sejarah.
Larasati― Pramoedya Ananta Toer -
Revolusi ini tidak memberi sesuatu pun, dia minta kepada setiap orang, segala-galanya.
Larasati (2000)― Pramoedya Ananta Toer -
Secacat itu tapi masih berjuang! Mestinya perjuanganku lebih dari dia. Aku tidak cacat. Lebih, mesti! Lebih!
Larasati― Pramoedya Ananta Toer -
Apa yang pernah diberikan Belanda kepada rakyat? Mereka datang ke sini bukan untuk memberi, tetapi untuk meminta! Rakyat mendapat apa yang dicarinya sendiri, sejak dulu si Belanda lah yang malahan mendapat sebagian besar dari nasi yang dicari oleh rakyat. Apa yang diberikan Belanda kepada rakyat?
Larasati― Pramoedya Ananta Toer -
Dia sangat cinta pada republik, revolusi, dia mencintai kampung halamannya, biarpun busuk-busuk membumbungkan gas lumpur dan kotorannya sendiri.
Larasati― Pramoedya Ananta Toer -
Revolusi, dia adalah guru. Dia adalah penderitaan. Tetapi dia pun adalah harapan. Jangan khianati revolusi! Kembali ia pandangi dua orang tua itu, yang mungkin beberapa tahun lagi tewas digulung maut. Namun mereka meletakkan harapannya pada revolusi. Betapa mereka mengagumi lembaran uang, perwujudan revolusi.
Larasati (2000)― Pramoedya Ananta Toer -
Ah, itu serdadu manja kalau menang perang sekali saja! Kemenanganku lebih dari padanya. Aku pernah menguasai dia hanya karena aku tidak seperti perempuan-perempuan lain.
Larasati― Pramoedya Ananta Toer -
Di mana pun juga, Kau selalu selamatkan aku, Kau mudahkan perjalananku. Kau gampangkan hidupku. Terima kasih ya, Tuhanku.
Larasati― Pramoedya Ananta Toer
Semua kata bijak dan ucapan terkenal Larasati dari Pramoedya Ananta Toer akan selalu Anda temukan di JagoKata.com
Lihat semua kata-kata bijak dari Pramoedya Ananta Toer
Buku dari Pramoedya Ananta Toer:
Kata kunci dari kata bijak ini:
Penulis serupa
-
Tere Liye
Penulis dari Indonesia 409 -
Primadonna Angela
Penulis dari Indonesia 304 -
Boy Candra
Penulis dari Indonesia 298 -
Winna Efendi
Penulis dari Indonesia 282 -
Oscar Wilde
Penulis dari Irlandia 281 -
Orizuka
Penulis dari Indonesia 273 -
Arumi E.
Penulis dari Indonesia 261 -
Christian Simamora
Penulis dari Indonesia 259