
Pramoedya Ananta Toer
Penulis dari Indonesia
Lahir: 1925-2006
Kata-kata Bijak 31 s/d 40 dari 437.
-
bila akar dan batang sudah cukup kuat dan dewasa, dia akan dikuatkan oleh taufan dan badai.
Sumber: Raden Tomo 277― Pramoedya Ananta Toer -
Sekarang, kepalaku membayangkan kuburan, tempat manusia yang terakhir. Tapi kadang-kadang manusia tak mendapat tempat dalam kandungan bumi. Ya, kadang-kadang. Pelaut, prajurit di zaman perang, sering mereka tak mendapat tempat tinggal terakhir. Dalam kepalaku membayangkan, kalau ayah yang tak mendapatkan tempat itu.
Sumber: Bukan Pasarmalam― Pramoedya Ananta Toer -
Betapa sederhana hidup ini sesungguhnya yang pelik cuma liku dan tafsirannya.
Sumber: Rumah Kaca (1988)― Pramoedya Ananta Toer -
Di sana, di kampung nelayan tetesan deras keringat membuat orang tak sempat membuat kehormatan, bahkan tak sempat mendapatkan nasi dalam hidupnya terkecuali jagung tumbuk yang kuning. Betapa mahalnya kehormatan dan nasi.
Sumber: Gadis Pantai― Pramoedya Ananta Toer -
Mendapat upah karena menyenangkan orang lain yang tidak punya persangkutan dengan kata hati sendiri, kan itu dalam seni namanya pelacuran?
Sumber: Jean Marais 59― Pramoedya Ananta Toer -
Persahabatan lebih kuat dari pada panasnya permusuhan.
Sumber: Minke 46― Pramoedya Ananta Toer -
Saya pegang ajaran Multatuli bahwa kewajiban manusia adalah menjadi manusia.
― Pramoedya Ananta Toer -
[...] soalnya memang kertas-kertas yang lebih bisa dipercaya. Lebih bisa dipercaya daripada mulut penulisnya sendiri.
Sumber: Rumah kaca 92― Pramoedya Ananta Toer -
Semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain. Harus semakin mengenal batas.
Sumber: Bumi Manusia (1980) , h. 138― Pramoedya Ananta Toer -
Ibu bapak tani—ibu bapak tanah air—akan meratapi putera-puterinya yang terkubur dalam udara terbuka di atas rumput hijau, di bawah naungan langit biru di mana awan putih berarak dan angin bersuling di rumpun bambu. Kemudian tinggallah tulang belulang putih yang bercerita pada musafir lalu, “ Di sini pernah terjadi pertempuran. Dan aku mati di sini.
Sumber: Percikan Revolusi Subuh― Pramoedya Ananta Toer