Pramoedya Ananta Toer
Penulis dari Indonesia
Hidup: 1925 - 2006
Kategori: Politics | Penulis (Modern) Negara: Indonesia
Lahir: 6 Februari 1925 Meninggal: 29 April 2006
Kata-kata Bijak 21 s/d 40 dari 437.
-
Saya selalu percaya dan ini lebih merupakan sesuatu yang mistis, bahwa hari esok akan lebih baik dari hari sekarang.
― Pramoedya Ananta Toer -
Kalian pemuda, kalau kalian tidak punya keberanian, sama saja dengan ternak karena fungsi hidupnya hanya beternak diri.
― Pramoedya Ananta Toer -
Kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan berfikiran waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan orang yang berjiwa kriminal, biarpun dia sarjana.
Sumber: Anak Semua Bangsa (1981)― Pramoedya Ananta Toer -
Orang bilang, apa yang ada di depan manusia hanya jarak. Dan batasnya adalah ufuk. Begitu jarak ditempuh sang ufuk menjauh.
Sumber: Anak Semua Bangsa (1981)― Pramoedya Ananta Toer -
Yang harus malu itu mereka karena mereka takut untuk bekerja. Kau kan kerja. kau tidak boleh malu. Mereka yang harus malu, Tidak berani kerja. Semua orang bekerja, itu adalah mulia. Yang tidak bekerja tidak punya kemuliaan.
Sumber: Saya Ingin Lihat Semua Ini berakhir (2008) 113― Pramoedya Ananta Toer -
Selama penderitaan datang dari manusia, dia bukan bencana alam, dia pun pasti bisa dilawan oleh manusia.
Sumber: Anak Semua Bangsa (1981)― Pramoedya Ananta Toer -
Dan modern adalah juga kesunyian manusia yatim-piatu dikutuk untuk membebaskan diri dari segala ikatan yang tidak diperlukan: adat, darah, bahkan juga bumi, kalau perlu juga sesamanya.
Sumber: Minke 2― Pramoedya Ananta Toer -
Jangan Tuan terlalu percaya pada pendidikan sekolah. Seorang guru yang baik masih bisa melahirkan bandit-bandit yang sejahat-jahatnya, yang sama sekali tidak mengenal prinsip. Apalagi kalau guru itu sudah bandit pula pada dasarnya.
Sumber: Nama Saya Tidak Pernah Kotor. Jawa Pos, 18 April 1999― Pramoedya Ananta Toer -
Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri.
― Pramoedya Ananta Toer -
Dan dengan tidak terasa umur manusia pun lenyap sedetik demi sedetik ditelan siang dan malam. Tapi masalah-masalah manusia tetap muda seperti waktu, Di mana pun juga dia menyerbu ke dalam kepala dan dada manusia, kadang-kadang ia pergi lagi dan di tinggalkannya kepala dan dada itu kosong seperti langit.
Sumber: Bukan Pasar Malam 68― Pramoedya Ananta Toer -
Bila akar dan batang sudah cukup kuat dan dewasa, dia akan dikuatkan oleh taufan dan badai.
Sumber: Raden Tomo 277― Pramoedya Ananta Toer -
Sekarang, kepalaku membayangkan kuburan, tempat manusia yang terakhir. Tapi kadang-kadang manusia tak mendapat tempat dalam kandungan bumi. Ya, kadang-kadang. Pelaut, prajurit di zaman perang, sering mereka tak mendapat tempat tinggal terakhir. Dalam kepalaku membayangkan, kalau ayah yang tak mendapatkan tempat itu.
Sumber: Bukan Pasarmalam― Pramoedya Ananta Toer -
Betapa sederhana hidup ini sesungguhnya yang pelik cuma liku dan tafsirannya.
Sumber: Rumah Kaca (1988)― Pramoedya Ananta Toer -
Di sana, di kampung nelayan tetesan deras keringat membuat orang tak sempat membuat kehormatan, bahkan tak sempat mendapatkan nasi dalam hidupnya terkecuali jagung tumbuk yang kuning. Betapa mahalnya kehormatan dan nasi.
Sumber: Gadis Pantai― Pramoedya Ananta Toer -
Mendapat upah karena menyenangkan orang lain yang tidak punya persangkutan dengan kata hati sendiri, kan itu dalam seni namanya pelacuran?
Sumber: Jean Marais 59― Pramoedya Ananta Toer -
Persahabatan lebih kuat dari pada panasnya permusuhan.
Sumber: Minke 46― Pramoedya Ananta Toer -
Saya pegang ajaran Multatuli bahwa kewajiban manusia adalah menjadi manusia.
― Pramoedya Ananta Toer -
[...] soalnya memang kertas-kertas yang lebih bisa dipercaya. Lebih bisa dipercaya daripada mulut penulisnya sendiri.
Sumber: Rumah kaca 92― Pramoedya Ananta Toer -
Semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain. Harus semakin mengenal batas.
Sumber: Bumi Manusia (1980) , h. 138― Pramoedya Ananta Toer -
Ibu bapak tani—ibu bapak tanah air—akan meratapi putera-puterinya yang terkubur dalam udara terbuka di atas rumput hijau, di bawah naungan langit biru di mana awan putih berarak dan angin bersuling di rumpun bambu. Kemudian tinggallah tulang belulang putih yang bercerita pada musafir lalu, “ Di sini pernah terjadi pertempuran. Dan aku mati di sini.
Sumber: Percikan Revolusi Subuh― Pramoedya Ananta Toer
Kata kunci dari kata bijak ini:
Penulis serupa
-
Tere Liye
Penulis dari Indonesia 409 -
Primadonna Angela
Penulis dari Indonesia 304 -
Boy Candra
Penulis dari Indonesia 298 -
Winna Efendi
Penulis dari Indonesia 282 -
Oscar Wilde
Penulis dari Irlandia 281 -
Orizuka
Penulis dari Indonesia 273 -
Arumi E.
Penulis dari Indonesia 261 -
Christian Simamora
Penulis dari Indonesia 259