Kata-kata Bijak dari Eka Dianta BR Perangin-Angin

Eka Dianta BR Perangin-Angin

Penulis dari Indonesia

Kategori: Penulis (Modern) Negara: FlagIndonesia

Buku dari Eka Dianta BR Perangin-Angin

Kata-kata Bijak 1 s/d 8 dari 8.

  • Tak kutemukan lagi pemandangan yang akrab di mata kanak-kanakku dulu: lapangan sepak bola yang selalu berlumpur kala hujan, jalan berbatu-batu, serta kawat-kawat jemuran yang saling silang di depan setiap rumah.
    Eka Dianta BR Perangin-Angin
    - +
    +11
  • Aku menunduk, memandangi kaki ayahku yang entah bagaimana, terlihat menyatu dengan warna lantai dapur ini. Kaki itu lalu menggosok-gosok tanah dengan pelan, seolah menyapanya.
    Eka Dianta BR Perangin-Angin
    - +
    +7
  • Di sanalah mengalir cinta, peluh, bahkan darah dalam perjuangan hidupnya. Semua menyatu, seiring waktu mengkristal menjadi kenangan.
    Eka Dianta BR Perangin-Angin
    - +
    +2
  • Rumah-rumah reyot yang dulu tampak tak lebih dari tumpukan sampah itu berubah menjadi kompleks perumahan dalam waktu singkat, seolah disulap dalam satu kedipan mata.
    Eka Dianta BR Perangin-Angin
    - +
    +2
  • Tidak perlu khawatir. Ayah tak akan kesepian. Ayah bisa men dengarkan radio atau menonton televisi.
    Eka Dianta BR Perangin-Angin
    - +
    +1
  • Bagaimana pun, rumah abadi kita adalah tanah. Tubuh ini pun terbuat dari tanah.
    Eka Dianta BR Perangin-Angin
    - +
     0
  • Dan, kenangan tak dapat dibeli dengan uang.
    Eka Dianta BR Perangin-Angin
    - +
     0
  • Dapat kutebak bahwa ayah masih belum mengubah pendiriannya.
    Eka Dianta BR Perangin-Angin
    - +
     0
Semua kata bijak dan ucapan terkenal Eka Dianta BR Perangin-Angin akan selalu Anda temukan di JagoKata.com

Tanya Jawab

Apa kutipan paling terkenal dari Eka Dianta BR Perangin-Angin?

Dua kutipan paling terkenal dari Eka Dianta BR Perangin-Angin adalah:

  • "Tak kutemukan lagi pemandangan yang akrab di mata kanak-kanakku dulu: lapangan sepak bola yang selalu berlumpur kala hujan, jalan berbatu-batu, serta kawat-kawat jemuran yang saling silang di depan setiap rumah."
  • "Aku menunduk, memandangi kaki ayahku yang entah bagaimana, terlihat menyatu dengan warna lantai dapur ini. Kaki itu lalu menggosok-gosok tanah dengan pelan, seolah menyapanya."