
Agus Noor
Sastrawan dari Indonesia
Hidup: 1968 -
Kategori: Penulis (Modern) Negara: Indonesia
Lahir: 26 Juni 1968
Tentang Agus Noor
Agus Noor lahir di Tegal, Jawa Tengah, pada 26 Juni 1968. Pria yang berkuliah di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta dengan Jurusan Teater ini sangat aktif menulis. Ia menyatakan bahwa menulis baginya adalah cara untuk menyelamatkan diri dari kegilaan. Beberapa penghargaan yang di terimanya antara lain: Juara I penulisan cerpen pada Pekan Seni Mahasiswa Nasional (PEKSIMINAS) pada tahun 1991, mendapat penghargaan sebagai penulis cerita pendek terbaik pada Festival Kesenian Yogyakarta 1992, Anugerah Cerpen Indonesia dari Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1992 untuk tiga cerpennya sekaligus yaitu: Keluarga Bahagia, Dzikir Sebutir Peluru dan Tak Ada Mawar di Jalan Raya, Karya terbaik Majalan Horison selama kurun waktu 1990-2000, dan Anugerah Seni dari Mentri Kebudayaan dan Pariwisata untuk cerpennya, Piknik pada tahun 2006.
Buku dari Agus Noor
Telusuri kata bijak dari Agus Noor yang mengandung salah satu kata berikut:
Kata-kata Bijak 1 s/d 20 dari 54.
-
Aku akan menjadi kopimu,
yang rela mengendap sebagai kepedihanmu;
yang sabar menghangatkan kesedihanmu.
Biarkan harum tubuhku, menenangkan jiwamu.
― Agus Noor -
Jangan melihat hujan dari apa yang jatuh, tapi pada apa yang akan tumbuh.
― Agus Noor -
Kalau orang biasa sinis, akan dianggap nyinyir. Tapi kalau filsuf sinis, itu disebut kritis.
― Agus Noor -
Tanpa cinta, kemerdekaan hanya laut hampa,
Langit yang tak punya cakrawala!― Agus Noor -
Aku masih saja menerka-nerka : Lebih merah mana, senja ataukah luka Yang kau sembunyikan sekian lama.
― Agus Noor -
Begitulah, Nak, sebermula permen muncul di dunia manusia. Ia manis dan lembut karena dipakai sebagai bantal para peri. Tapi ia juga bisa membuat gigi-gigimu rusak dan mulutmu bengkak karena ia dibawa oleh nenek sihir jahat.” Neal mengingat itu sebagai sebuah nasihat agar jangan terlalu berlebihan menikmati apa pun. Karena yang manis pun bisa membuat sakit dan menderita.
― Agus Noor -
Buat apa mereka sekolah? Entar malah jadi kaya,” katanya. “Kalau mereka tetap miskin, malah banyak gunanya, kan? Biar ada yang terus berdesak-desakan dan saling injak setiap kali ada pembagian beras dan sumbangan. Biar ada yang terus bisa ditipu setiap menjelang pemilu. Kau tahu, itulah sebabnya, kenapa di negeri ini orang miskin terus dikembangbiakkan dan dibudidayakan.
― Agus Noor -
Bila maaf umpama pintu, Di hatiku engkau bisa masuk, tanpa perlu; Mengetuknya lebih dulu.
― Agus Noor -
AKU sudah resmi jadi orang miskin,” katanya, sambil memperlihatkan Kartu Tanda Miskin, yang baru diperolehnya dari Kelurahan. “Lega rasanya karena setelah bertahun-tahun hidup miskin akhirnya mendapat pengakuan juga.
― Agus Noor -
Takdir memang selalu punya cara yang tak terduga agar selalu tampak mengejutkan.
― Agus Noor -
Barangkali, sekarang ini kebahagiaan memang seperti minyak tanah. Tidak semua orang dengan gampang mendapatkannya.
― Agus Noor -
Mari seduh lagi sedih pada secangkir kopi ini. Tak ada cinta yang pergi, ia hanya tak ingin kembali.
― Agus Noor -
Entah kenapa, aku ingin membelikanmu jaket Yang setiap kali kaupakai, akan juga menghangatkan Kerinduanku.
― Agus Noor -
Seseorang akan benar-benar menikmati pengembaraan ketika ia telah benar-benar terbebas dari bayangan pulang.
― Agus Noor -
Ada banyak cara berbahagia; Satu-satunya cara yang tak pernah kubisa Ialah melupakanmu.
― Agus Noor -
Apakah memang mesti ada alasan untuk sebuah kepergian?
― Agus Noor -
Jangan lupa membawa kamera untuk mengabadikan penderitaan kami.
― Agus Noor -
Kami sering mendengar kota-kota yang lenyap dari peradaban, runtuh tertimbun waktu. Semua itu terjadi bukan karena semata-mata seluruh bangunan kota itu hancur, tetapi lebih karena kota itu tak lagi hidup dalam jiwa penghuninya.
― Agus Noor -
Aku sedih bukan karena aku miskin. Aku sedih karena banyak sekali orang yang malu mengakui miskin. Banyak sekali orang bertambah miskin karena selalu berusaha agar tidak tampak miskin.
― Agus Noor